Suhatri Bur Dalam Dimensi Ulama, Umara dan Penghulu
Oleh : Anton Wira Tanjung, S.Pi, M.Si*
Agaknya, kita telah hampir tiga pekan menjalani bulan Ramadhan 1445 H. Dan, selama itu pula saya, mendampingi Suhatri Bur, dari Masjid ke Masjid, Surau ke Surau dan dari Majelis ilmu ke Majelis ilmu lainnya. Ia telusuri dan datangi menyapa jama'ah warga Padang Pariaman.
Sehingga terbetik dalam benak kita ini, untuk menuangkan pemikiran tentang sosok singkat Suhatri Bur, yang kini menjabat Bupati Padang Pariaman.
Setidaknya, mengamati dia dari sisi apakah beliau ini seorang umara ataukah seorang ulama atau penghulu adat. Kenapa pertanyaan itu mengemuka ..?
Sebab, pada setiap sambutan atau pengarahan kepada warga yang di jumpai menggelitik penuh semangat dan motivasi diri. Begitu komplit wejangan pemaparan yang disampaikan dari seseorang yang punya nama Suhatri Bur.
Paparan sambutan dan himbauan serta ajakan dia, penuh dengan nasehat dan motivasi itu selalu mengutip beberapa ayat Al-Qur'an dan Hadits sebagai dalil-dalil pendukung.
Sehingga begitu gamblang dia berucap. Menguasai medan yang beliau hadapi. Tutur katanya selalu mengena dan menyentuh. Terpana dan ter angguak-angguak warga dibuatnya.
Dalam beberapa kesempatan, memang ia berucap. Dia pernah nyantri alias jadi "Pakiah" pesantren halaqah. Setelah kita coba bolak balik sebuah buku, ternyata di temukan istilah kata "Pakiah" tersebut berasal dari bahasa Arab. Yakni "Fakih" bermaksud "orang yang menuntut ilmu".
Tak pelak lagi, pantaslah Suhatri Bur punya latar belakang pernah nyantri itu. Dan, wajar pula dia rasanya mengantongi konsep dasar. Terutama untuk menghadapi kehidupan bermasyarakat dengan mempraktekkannya dalam dimensi kehidupan beliau sebagai Umara.
Kata "Umara" dalam kitab besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti "penguasa". Nah, Umara itu adalah pemegang amanah Tuhan untuk mengurus kehidupan rakyatnya.
Lagi, hidup matinya rakyat atau tertinggal maupun sejahtera berkemajuan warganya, tergantung pada kebijakan dan keputusan dari pemegang Umara tersebut. Bahkan, di tangannya pula ditegakkan hukum dan peraturan demi ketenteraman umum.
So, menganalisa kepada pengertian tersebut, maka akan dapat kita pahami bahwa Umara atau Penguasa itu pemegang amanah Tuhan. Karena, begitu besarnya tanggung jawab dan kewenangan yang diterima Umara untuk dilaksanakan.
Dalam hal ini, tentu saja dengan pengertian Umara tersebut telah jelas dan gamblang bahwa kekuasaan/umara ini, tidak bisa diberikan kepada orang-orang yang tidak memiliki pondasi keagamaan yang kuat dalam dirinya.
Kemudian, kita coba pula memahami dan analisa singkat tentang "Ulama". Kenapa ..? agar pembahasan kita ini agak komprehensif sekelumit, antara sebutan Umara dan Ulama.
Jadi, kata Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam.
Terutama menangani dalam masalah agama maupun masalah sehari-hari dalam kehidupan. Setidak-tidaknya yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.
Dus, sehingga dari pengertian Ulama itu merupakan "setali mata uang" dengan Umara. Keduanya adalah pemimpin yang setiap tindak dan langkahnya berdimensi kepada "rahmatan lil 'alamin". Sekaligus untuk dipertanggung jawabkan ke haribbaan Tuhan Yang Maha Kuasa nantinya.
Pun, tentu inilah harus dipegang oleh orang yang memiliki pondasi keagamaan yang kuat, baik dari sisi keilmuan maupun keteduhan dalam mengemban amanah tersebut.
Mengamati kepada diri Suhatri Bur, apakah dia itu Umara atau Ulama, beliau juga adalah seorang Penghulu Adat menyandang gelar Datuk Putiah dalam kaumnya.
Gelar datuk merupakan gelar yang diberikan kepada seseorang yang menjadi pemimpin sebuah suku atau klan di wilayah dengan populasi etnis Minangkabau. Lagi, gelar Datuk disebut juga sebagai gelar sako dalam kaum.
Tentu gelar ini tidak lahir "patang kalamari" saja. Tetapi gelar datuk tersebut telah "mengurat mengakar" dari beberapa generasi sebelumnya.
Gelar itu diakui kaumnya secara turun-temurun Suhatri Bur. Artinya, dia secara tradisional telah menjadi pemimpin sebelum lahir.
Karena, gelar tersebut dari "Daguak turun ka Bahu". Tegasnya, mau tidak mau, maka gelar tersebut turun dari "mamak ke kemenakan" yang saat ini diemban Suhatri Bur Dt.Putiah, Bupati Padang Pariaman.(awt31032024).
*Kabag. Protokoler dan Komunikasi Pimpinan Setdakab Padang Pariaman