Parik Malintang – Dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman akan menggelar Padang Pariaman Mauluik Gadang pada 16–18 Oktober 2025. Perhelatan akbar ini dipusatkan di Masjid Raya Padang Pariaman IKK Parik Malintang dan menghadirkan rangkaian tradisi khas daerah yang sarat nilai sejarah dan budaya.
Berbagai kegiatan akan mewarnai even ini, mulai dari Syarafal Anam, Badikie, Tabligh Akbar, Shalawat Dulang, Malamang, Bungo Lado, Makan Bajamba, hingga Badoncek.
“Ini bukan sekadar perayaan keagamaan, tetapi juga ajang mempererat silaturahmi dan melestarikan warisan budaya Padang Pariaman. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk hadir, meramaikan, dan memeriahkan Mauluik Gadang,” ujar Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis.
Jejak Panjang Tradisi Maulid di Pariaman
Sejarah mencatat, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Padang Pariaman telah berlangsung berabad-abad. Tradisi ini bermula dari perkembangan Islam yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin Ulakan pada abad ke-16. Dari Ulakan, perayaan Maulid Nabi kemudian menyebar ke berbagai pelosok, termasuk Sungai Sariak, Sicincin, Tobo, hingga Sungai Geringging.
Setiap nagari memiliki cara unik dalam merayakannya, yang tidak dijumpai di nagari lain. Perbedaan ini mencerminkan kekayaan budaya sekaligus pengaruh para ulama dengan thariqat yang mereka anut.
Keunikan tradisi tersebut akhirnya diakui secara nasional. Pada 2023, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Padang Pariaman resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTbI).
Malamang: Lebih dari Sekadar Lemang
Tak lengkap membicarakan Mauluik Gadang tanpa menyebut tradisi malamang.
Malamang bukan hanya aktivitas memasak lemang, tetapi ritual kebersamaan. Proses memasak yang memakan waktu berjam-jam menjadi ajang berkumpul keluarga, bertukar cerita, hingga mempererat silaturahmi antar tetangga.
Selain sebagai hidangan utama pada berbagai acara penting, malamang juga melambangkan gotong royong, persatuan, dan kebersamaan.
Nilai luhur inilah yang membuat tradisi malamang ditetapkan sebagai WBTbI pada 2021.
Bungo Lado: Keindahan dan Kepedulian
Tradisi lain yang akan hadir dalam Mauluik Gadang adalah Bungo Lado.
Secara harfiah berarti “bunga cabai”, namun dalam praktiknya Bungo Lado berupa pohon hias yang dipenuhi uang kertas. Uang tersebut merupakan sumbangan sukarela masyarakat, yang kemudian disalurkan untuk pembangunan masjid atau kegiatan keagamaan.
Bungo Lado menjadi simbol perpaduan antara keindahan dan kepedulian sosial. Tradisi ini juga telah mendapatkan pengakuan nasional sebagai WBTbI pada 2023.
Merawat Warisan, Menyatukan Generasi
Lewat Mauluik Gadang, Padang Pariaman tidak hanya merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga merawat tradisi, memperkuat jati diri, dan menyatukan generasi.
Warisan budaya seperti Maulid Nabi, Malamang, dan Bungo Lado menjadi pengingat bahwa agama, adat, dan kebersamaan adalah pilar penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
“Dengan Mauluik Gadang, kita berharap lahir semangat baru untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah sekaligus menjaga warisan budaya kita agar tetap hidup dan lestari di tengah arus modernisasi,” tutur Bupati.
Mauluik Gadang 2025 di Padang Pariaman tak sekadar seremoni. Ia adalah ruang bertemu, berbagi, dan merayakan identitas bersama.